Header Ads

Cebong dan Kampret, Ini Sejarah dan Asal-Usulnya, Gus Dur dan Pasukan Nasi Bungkus


Saya kangen dengan Gus Dur, Presiden Indonesia yang satu ini selain unik, menarik juga pandai melempar joke-joke segar, Negara yang kacau ini begitu mudah dibuat santai olehnya. Ketika ditanya, mengapa Gus Dur suka melempar Joke di halayak ramai? Kata Gus Dur, Indonesia itu terlalu serius dalam menyikapi berbagai hal. Ketika berhadapan dengan masalah yang berat sekalipun, dengan gaya blak-blakan, Gus Dur selalu menjawab enteng “Gitu aja kok repot” Maksudnya jangan terlalu dibikin repot karena adanya masalah negara yang meruwetkan pikiran. Seberat apapun masalah yang dihadapi pasti ada solusinya.

Sepeninggalnya Gus Dur, kita jarang melihat publik figur yang suka melempar joke-joke segar di media masa. malah ketegangan semakin rancau dan kian marak terjadi. Demo 212 yang kemarin terjadi di jakarta, begitu sporadis dan mengagetkan bahkan dinilai oleh para pengamat sebagai “kematian Negara Di Ujung Tanduk”. Beruntung 212 tidak seperti demo tahun 98 yang selain menjungkalkan Soeharto juga menghancurkan sendi perekonomian negara. dampak dari kehancuran tersebut bisa kita rasakan saat ini.

Semenjak kekalahan Prabowo tahun 2014 Negara ini menjadi amat sangat serius, negri yang penuh dengan orang pandai dan cendekiawan ini, setidaknya semenjak kekalahan Prabowo oleh Jokowi, para elite politik yang pintar-pintar tak terlihat sama sekali dalam peta perpolitikan di tanah air, yang terlihat hanya ada dua kubu saja, kalau tidak pro Jokowi, ya Pro Prabowo. Begitu seterusnya. Sampai-sampai pembahasan politik ini menular tidak hanya dikalangan para pengamat, juga emak-emak rempong dan anak-anak SD yang seharusnya masih belajar matematika tapi sudah pro pro an kalau tidak hidup Jokowi ya hidup prabowo.

Dua kubu politik di tanah air ini semakin meruncing, terutama di dunia maya, banyak akun palsu yang terus mewabah menjadi akar propaganda antara dua kubu, pembicaaraan politik juga mewabah dikalangan warung-warung kopi, warteg dan pedagang bakso, kalau tidak ngomongin Jokowi ya pasti Prabowo, sampai ke mesjid dan musholah, para penceramah yang biasanya mengaji soal ruh dan fiqh malah semakin membara dengan menjelek-jelekan kalau tidak Jokowi ya Prabowo. begitu seterusnya hingga runyam lah negri kita sekarang ini.


Cebong dan kampret adalah dua hal berbeda yang menjadi simbol antara dua kubu yang bersebrangan ini. Cebong itu maksudnya adalah kodok, cerita ini berawal dari Jokowi yang suka memelihara Cebong (kodok) di sekitar istana Negara, Jokowi mengaku merindukan suasana pedesaan, dimana kalau di Desa selalu terdengar suara kodok di malam hari, “kwang kwong kwang kwong”. Jokowi senang mendengar suara kodok juga kemerduan kicauan burung yang merdu di sekitar istana.

Pemeliharaan cebong yang tidak lumrah ini (tidak lumrah karena jarang sekali masyarakat Indonesia yang memelihara kodok) kemudian menjadi ejekan dari kubu sebelah, mereka mengejek dan menertawakan hobi Presiden yang ketujuh ini, terutama kepada para pendukungnya dengan melabbeli mereka dengan simbolisasi cebong, pro cebong, atau cebonger. sehingga terjadilah suatu euforia dimana istilah cebong muncul mendadak dan menjadi trending topik di dunia maya. Karena kesal selalu dianggap cebonger, para pendukung Jokowi marah lalu mengatakan “kampret” suatu istilah yang menunjukan sikap perasaan kesal kepada para pendukung Prabowo. dan lahirlah istilah baru dengan saling mengejek balik, meski sebelumnya pendukung Prabowo lebih terkenal dengan pasukan nasbung, alias nasi bungkus.

Sebenarnya, tidak ada sejarahnya samasekali apa itu cebong dan kampret toh sampai saat ini tidak ada yang betul betul meneliti kedua istilah ini. Sebab kedua-duanya muncul begitu saja ke permukaan. Meski tidak ada sejarah dan asal usul yang pasti mengenai simbol-simbol politik ini, saya pribadi turut merasa senang dan gembira sebab dalam peta politik sekarang ini, (Setidaknya) negara kita tidak terlalu serius dalam menyikapi berbagai persoalan, toh kemunculan cebong dan kampret sedikit mewarnai joke politik tanah air. Percis dulu, ketika Gus Dur masih hidup.

Saya kangen dengan Gus Dur, kangen pada sebuah situasi di mana umat Indonesia tidak terlalu serius menghadapi persoalan negara, ada begitu banyak pejabat yang mengurus negri ini, banyak kewajiban bagi rakyat untuk menjadi rakyat yang sejati, meskipun pada akhirnya, orang yang berbicara soal politik, di akhirnya mereka juga tertawa, tanpa bacot mereka sekalipun, negara ini nyatanya akan terus berjalan. Daripada serius mending bercanda. haha hehe hohoh.. demikianlah hasil penelitian saya yang embuh bisa anda terima atau tidak, selamat tertawa. Jangan terlalu serius bro... 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.